Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pendidikan Islam di Aceh Pada zaman Penjajahan

 

Pendidikan Islam di Aceh Pada zaman Penjajahan

Berabad-abad yang lalu aceh memiliki sejarah yang gemilang terutama pada masa Sultan Iskandar Muda. Pada masa tersebut merupakan pusat ilmu peradaban dan ilmu pengetahuan dengan banyaknya para ulama dan ilmu dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sehingga banyak para pencari ilmu datang ke Aceh untuk menimba ilmu pengetahuan sehingga terkenal di semenanjung melayu pada masa tersebut.[1] Pendidikan dan ilmu pengetahuanlah yang membentuk watak kesatria dan jiwa kepahlawanan rakyat Aceh yang sanggup berperang hampir satu abad dalam melawan penjajah dari bangsa portugis, belanda dan jepang.


1. Masa Perjajahan Portugis

Pada abad ke 15 setelah terjadinya Renaisance di Eropa, maka mereka melakukan ekspansi ke Benua afrika dan Asia. Salah satu negara yang melakukan itu adalah Portugis. Orang portugis berlayar ke Wilayah selatan mendapati hampir seluruh bagian barat Benua Afrika. Nakhoda yang lain yang bernama Vasco De gama berlayar ke negeri kalikut di Hindustan dalam tahun 1498 M. Mereka ingin berdagang dengan orang Hindustan. Akan tetapi dihalangi oleh pedagang dari arab dan persia. Maka raja portugal Ferdinan II mengirim pasukan dengan menggunakan kapal Perang dan mengangkat Francisco D’Ameida sebagai sebagai raja muda I yang berkedudukan di India pada tahun 1508 M. Setelah mereka memiliki pengaruh yang kuat di Hindia, kemudian melakukan ekspansi ke wilayah Asia tenggara, seperti Malaka,Aceh, Jawa dan maluku.[2]

Pada mulanya, bangsa Portugis Singgah di lamuri. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Pidie. Portugis mendapat sambutan yang baik dari Raja Pidie dan mendapat izin untuk berdagang serta mendapatkan Loji ( Kantornya). Perdagangan di Aceh dan Pidie Sangat maju. Kendali perdagangan pada pribumi sendiri dan diekspor melalui pedagang Arab, Persia, Turki dan Hindia. Oleh karena itu Raja Portugis ingin menguasai daerah ini dengan diangkat jendral Affanso d’ Albuquerque sebagai vice koning (kuasa besar) untuk menguasai Asia Tenggara. Mereka menaklukkan Malaka (1511 M), dan Ormuz (1515 M). Tetapi mereka tidak dapat menaklukkan Aceh walaupun diserang beberapa kali. Karena Aceh memiliki pertahanan yang kuat di bawah pimpinan Laksamana Aceh Raja Ibrahim. Ahli sejarah mencatat bahwa jendral Affanso d’ Albuquerque tewas dalam menyerang Aceh dalam tahun 1515 M (setelah mampu menaklukkan Ormuz dalam tahun yang sama).[3]

2. Masa Penjajahan Belanda

Beberapa tahun menjelang berakhirnya abad ke 16 M. Orang-orang belanda mendarat di Banten (jawa barat), utusan dari maskapai Van Verre untuk pergi ke nusantara. Mereka mendapatkan sambutan yang baik dari rakyat Banten. Dari pada pedang yang ada, belanda mendapatkan informasi tentang negeri lain seperti Aceh yang memiliki sumber daya alam yang banyak. Pada tanggal 21 Juni 1599 M Corneli Houtman dan Frederik Houtman tiba di Aceh. Awalnya mereka di sambut dengan baik dan diberikan kesempatan untuk membeli Lada.[4]

Karena terjadi pertikaian dengan Kerajaan aceh darussalam, maka pada tanggal 4 April 1873 M, belanda menyerang Aceh dengan Armadara Yang besar yang dipimpin oleh Jendral Kohler dan di bantu oleh dua pimpinan komando yaitu Kolonel C.E. van Dealen dan Kolonel A.W. Egter Van Wisserkerke.[5] Pada agresi belanda yang pertama mengalami kegagalan karena banyak pasukan belanda yang terbunuh termasuk pimpinannya yaitu Jenderal Kohler pada tanggal 17 April 1873 M.[6] Karena mengalami kegagalan pada agresi belanda yang pertama, maka gubernur jenderal Loudon mengeluarkan perintah untuk melakukan penyerangan kali ke-2 dengan panglima perangnya Jenderal Major Verspick. Perang ini berlangsung sampai dengan tahun 1908. Termasuk pada tahun 1889 M pemerintah hindia Belanda mengutus snock Hurgronye[7] untuk menundukkan orang Aceh.[8]

Referensi:
[1] A. Hasjmy, Banda Aceh Darussalam Pusat Kegiatan Ilmu dan Kebudayaan, (Peurelak: panitia seminar masuk dan berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara), h. 1.
[2] H.M. Zainuddin, Tarikh Aceh dan Nusantara, Cet. II, (Banda Aceh: LSKPM, tahun 2012), h. 357-358.
[3] H.M. Zainuddin, Tarikh Aceh dan Nusantara, Cet. II, (Banda Aceh: LSKPM, tahun 2012), h. 358-359.
[4] Muhammad Said, Aceh Sepanjang Abad, jilid I, cet. I, (Medan: tahun 1961), h. 118.
[5] Muhammad Said, Aceh Sepanjang Abad, jilid I, cet. I, (Medan: tahun 1961), h. 401.
[6] Muhammad Said, Aceh Sepanjang Abad, jilid I, cet. I, (Medan: tahun 1961), h. 420.
[7] Snock Hurgronye adalah seorang orientalis yang dikirim khus dari belanda untuk menaklukkan hati Rakyat Aceh. Snock Hurgronye berhasil menguasai rakyat Aceh dengan berpura-pura masuk Islam dan mengubah namanya Abdul Ghaffar. Ia memecah belahkan kekuatan Rakyat Aceh dengan membagi masalah Islam kepada tiga yakni: 1) bidang Agama murni ibadah dengan memberikan kebebasan dan fasilitas kepada umat islam untuk melaksanakannya sehingga memperoleh simpatik, 2) bidang sosial kemasyarakatan maka pemerintah belanda memanfaatkan adat kebiasaan masyarakatdan juga membantu rakyat dalam menjalankannya, 3) Bidang politik itu di cegah setiap adanya usaha menegakkan politik Islam dan menghabisi setiap orang yang terlibat didalamnya. Dengan inilah mampu menundukkan rakyat di Nusantara ini.
[8] H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, cet. I, (Jakarta: LP3ES, 1985), h. 11.