Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Melengkapi hadits yang relevan Perspektif Tafsir Tematik

Melengkapi hadits yang relevan Perspektif Tafsir Tematik

Pembahasan setiap topik yang dikaji di dalam kajian ini, tidak hanya dikuatkan dengan ayat-ayat Al-Quran semata, akan tetapi turut didukung oleh hadits-hadits yang relevan. Oleh karena itu buku ini juga memenuhi tahapan ke 6 Metode Tafsir Maudhu’i Model Al-Farmawi. 
  • Bab I, Teori dan Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan yang Allah telah kirimkan kepadaku adalah seumpama hujan lebat yang turun ke bumi. Sebagian menyuburkan tanah yang dihujani air dan menyuburkan tanaman hingga daunnya menghijau lagi lebat buahnya....itulah perumpamaan orang yang menyempurnakan agama Allah dan belajar kemudian mengajarkannya kepada orang lain.” (HR. Bukhari).

Hadits tersebut digunakan untuk memperkuat penjelasan terkait proses belajar mengajar yang hakikatnya telah diaplikasikan sejak awal kehadiran Islam yang disinyalir sebagai asas pendidikan di dalam masyarakat. Selanjutnya hadits yang artinya: ”Syair itu mengandung hikmah” (HR. Bukhari) digunakan penulis untuk mendukung penjelasannya terkait konsep “teori pendidikan” pada QS. Al-Baqarah ayat 3. Hikmah disini tertuju kepada orang-orang beriman yang tentunya akan menjadikan Al-Quran sebagai sistem dan sumber utama teori-teori pendidikan; bukan didasari oleh makna-makna eksperimentasi ilmiahnya.

Kata “teori” di dalam buku ini mengacu kepada dasar-dasar tertentu (di dalam Al-Quran) yang memberi petunjuk ke arah praktek- praktek pendidikan modern. Asas-asas Al-Quran membentuk dasar teori dan para pendidik yang membutuhkan pengkajian lebih mendalam. Lebih jauh, penulis menjelaskan bahwa teori pendidikan merupakan teori terpadu dan menyeluruh terhadap manusia dan alam semesta. Demikian pula teori pendidikan juga tercakup secara terpadu di dalamnya.

Tatkala dinyatakan bahwa dasar-dasar teori pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran, maka implikasinya tidak dapat berubah-rubah. Namun berbeda halnya dalam konteks pendidikan, dikarenakan pendidikan sangat tergantung pada penelitian para peneliti dalam bidang ilmu yang berbeda berdasarkan pemikiran manusia yang membuatnya. Dengan kata lain, teori pendidikan Islam dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisional dan situasional. 
  • Bab II, Hakikat Sifat Dasar Manusia
Berkenaan dengan hakikat sifat dasar manusia ada Hadits yang menjelaskan bahwa ada Lima hal yang dilakukan menunjuk ciri-ciri fitrah manusia, yakni khitan, memotong rambut kemaluan, memotong kuku, memendekkan kumis, dan mencabut rambut ketiak.

Hadits di atas digunakan sebagai pendukung pembahasan konsep “fitrah” yang dibahas dalam Bab II; setelah diuraikan penafsiran dari QS. Al-Rum: 30 dan QS. Al-A’raf: 172, sebagai kesimpulan bahwa fitrah adalah Islam itu sendiri. Selanjutnya pada bab dan konsep yang sama, penulis juga menggunakan hadits pendukung lain yang artinya: “Apa yang terjadi bagi segolongan umat yang mengatakan si anu dan si anu. Padahal saya mendirikan shalat dan tidur, saya puasa dan menahan makan-minum, saya juga menikahi wanita. Maka barangsiapa mengingkari sunnahku, dia telah terlepas hubungan tanggungjawabnya dengan aku”.

Dalam hal ini penulis mengaitkan antara fitrah manusia dan segala kecenderungannya untuk memenuhi segala kebutuhan biologisnya dalam mengemban tugas dan tanggungjawabnya sebagai khalifah di muka bumi.
  • Bab III; Hakikat Ilmu dan Tugas yang Diemban ‘Aql
Penggunaan hadits dalam bab ini merupakan paparan pendukung pembahasan konsep manusia dan bahasa sebagaimana dikemukakan Qurtubi terkait hadits model-model ekspresi dan komunikasi verbal dalam pendidikan. Namun redaksi maupun arti hadits tersebut tidak dituliskan secara rinci di dalamnya.

Hadits penunjang lain yang digunakan dalam konsep kemampuan intelegensi peserta didik untuk memahami sebab-akibat tentang suatu kejadian di alam sekitarnya. “Bukanlah gerhana matahari dan gerhana bulan itu merupakan tanda kematian atau kelahiran seseorang. Melainkan gerhana matahari dan gerhana bulan itu sebagai tanda-tanda kekuasaan Allaah”.

Asbabul wurud dari hadits ini merupakan teguran Nabi Muhammad Saw terhadap kaum muslimin yang mengaitkan antara kematian putra Nabi Ibrahim dengan adanya gerhana matahari di masa lalu. Sedangkan kaitannya dengan pendidikan terletak pada tugas dan tanggungjawab seorang guru dalam membantu para peserta didik agar dapat membedakan antara sebab dan akibat di suatu sisi, dan mana yang merupakan asosiasi belaka tentang ruang dan waktu di sisi lain.
  • Bab IV; Tujuan Pendidikan
Dalam bab ini penulis hanya menjelaskan intisari dari sebuah hadits yang berbicara tentang teguhnya keimanan seseorang dan bukan kuatnya keingkaran manusia dalam keimanannya. Hal ini sebagai pendukung penjelasan terkait konsep komponen sifat dasar manusia dan tujuan pendidikan Jasmani.
  • Bab V; Materi Pendidikan
Pembahasan salah satu sub bab tentang Islam Menolak Dualisme Sistem Kurikulum dan Sekularisme menggunakan sebuah hadits yang memiliki arti: “Didiklah anak-anakmu jangan seperti apa yang telah diajarkan kepadamu, karena memang berbeda situasi dengan masa hidupmu”. Hadits tersebut hanya sebagai deskripsi dari acuan disertasi paham sekularisme yang menggunakan hadits tersebut selain 162 ayat Al-Quran untuk membenarkan adopsi kurikulum sekularisme kendati bertentangan dengan pandangan Islam. Disini penulis mengemukakan tentang kekeliruan peneliti tersebut dengan menyatakan bahwa hal ini merupakan kesalahan yang berbahaya. Seyogyanya umat Islam tidak memisahkan pendidikan agama dengan pendidikan umum dan menggunakan Al-Quran sebagai acuan materi dan kurikulum pendidikan. Lebih lanjut penulis menggunakan hadits berikut:

Pada suatu ketika Nabi saw melewati suatu kaum yang berada di dekat pohon kurma. Mereka sedang mengawinkan pohon kurma jantan dan betina, agar buahnya lebih lebat dan pembuahannya baik. Pada saat itu Nabi memberi komentar bahwa praktek kaum pemelihara kurma itu kurang baik dan kurang menguntungkan pembuahannya nanti. Kemudian para pemelihara kebun tadi mengikuti petunjuk Nabi saw tersebut. Maka kemudian Nabi diberitahu tentang petunjuk beliau yang ternyata tidak menghasilkan pembuahan yang lebih baik. Mendengar informasi yang disampaikan ini, kemudian Nabi saw bersabda: “Jika yang mereka lakukan itu lebih menguntungkan pembuahannya, maka lakukanlah itu yang lebih baik. Apa yang telah aku katakana tersebut sekedar pendapat saya pribadi. Karenanya boleh saja tidak diikuti. Namun apabila yang aku katakana itu atas nama Allah swt, maka engkau harus tunduk dan melakukannya”. 

Hadits di atas digunakan sebagai penunjang pandangan penulis terkait kategorisasi materi kurikulum yang kedua, yaitu: pengetahuan yang diseleksi dari pengetahuan ketiga yang akan memantulkan karakteristik-karakteristik ilmu pengetahuan yang dimaksudkan. Metode studi ilmu pengetahuan ketiga mengalami perbedaan mengikuti pola kenderungan ilmu pengetahuan ilmiah, bukan diperoleh dari Al-Quran dan Al-Hadits. Hal ini tidak ada pertentangan antara disiplin ilmu satu dengan lainnya. Metode ilmiah yang ditolak secara tegas oleh penulis adalah “teori” yang menganggap ilmu pengetahuan ilmiah sebagai paradigma bagi tipe ilmu pengetahuan lain karena gagal memahami wahyu yang tertulis dalam Al-Quran, sebagaimana bukti-bukti ilmiah tidak akan dapat diperoleh dari Al-Quran.