Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tokoh Berpengaruh Dalam Gerakan PUSA (bagian 3)

Tokoh Berpengaruh Dalam Gerakan PUSA (bagian 3)

Tgk. Abdul Wahab Seulimum

Teungku Abdul Wahab lahir dalam tahun 1898 di Kampung Bunga, Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, dalam lingkungan sebuah keluarga terpandang, yaitu putra Keuchik/ Kepala Kampung Buga, menempuh pendidikan pertama pada Goverment Inlandscheschool di Selimum mulai tahun 1908 sampai dengan tahun 1913 dengan mendapat ijazah yang baik.[1]

Setelah itu beliau melanjutkan pelajarannya pada sebuah dayah terkenal, yaitu dayah Jeureula dalam kecamatan Sukamakmur Aceh Besar. Beliau belajar pada dayah Jeureula sampai usia 12 tahun, yaitu dari tahun 1913 sampai dengan tahun 1925. Menjelang akhir studinya di dayah tersebut, beliau telah ditunjuk menjaditeungku rangkang (asisten teungku chik). Setelah menyelesaikan studi, bercita-cita membangun pendidikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Cita-citanya menjadi kenyataan pada tahun 1926 M. dengan mendirikan sebuah dayah yang bernama MADRASAH NAJDIYAH yang betempat di Kenalu, kecamatan Seulimum Aceh Besar. Dalam waktu yang singkat dayah tersebut berkembang dengan pesat dengan jumlah santri sudah ratusan orang. Pada tahun 1933 dirubah menjadi Perguruan Islam dengan memperbaharui kurikulum dan metode belajarnya.[2]

Pada waktu PUSA dibentuk dalam tahun 1939, maka beliau terpilih menjadi salah seorang wakil ketua pengurus besar dan merangkap menjadi ketua umum PUSA wilayah Aceh Besar. Setelah indonesia mendeka beliau aktif membangun dan memimpin Laskar rakyat seerti Mujahidin juga aktif dalam partai politik Masyumi dan menjadi tokoh ulama masyumi.

Setelah pecah perang Fasifik, dalam lingkungan pemuda PUSA Aceh Besar lahir suatu gerakan rahasia yang bernama Gerakan fajar. Yang dipelopori oleh A. Hasjmy, Ahmad Abdullah dan anggota pemuda PUSA lainnya dengan mendapat restu dari Teungku Abdul Wahab. Gerakan Fajar merupakan sebuah gerakan rahasia yang melakukan kampanye anti penjajahan Belanda. Pada bulan Februari 1942, dibawah pimpinan teungku Abdul Wahab, A.Hasjmy, Ahmad Abdullah melakukan perlawanan bersenjata terhadap penjajahan Belanda diseulimum.[3]

Setelah menempuh perjalanan dan perjuangan yang panjang, baik dalam pendidikan, perjuangan melawan penjajah, dan menjadi tokoh politik. Maka beliau berpulang kerahmatullah di tempat kelahirannya dengan meninggalkan seorang istri dan empat orang anak pada tanggal 06 Februari 1966 M.[4]



Referensi:

[1] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 91.
[2] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 92-93.
[3] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 97-98.
[4] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 101.