Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bencana Para Da'i Mengunakan Hadits Palsu

Bencana Para Da'i Yang Mengunakan Hadits Palsu

Masalah yang menimpa mayoritas penceramah,para da’i dan khatib dikebanyakan negara Islam adalah mereka seakan-akan para pengumpul kayu bakar di malam hari. Keinginan mereka terpusat pada Hadits-hadits yang dapat menggerakkan masyarakat awam. Walaupun Hadits-Hadits yang mereka gunakan tidak memiiki sanad yang shahih dan tidak pula Hasan. Hampir setiap kita mendengaran khutbah atau ceramah keagamaan selalu mendapatkan para penceramah atau khatib tersebut menggunakan sejumlah hadits lemah, bahkan terkadang mereka sering mengutip hadits palsu.

Ketika mereka menyampaikan ceramah agama terutama tentang tema sejarah Rasulullah, kesucian sejarah hidupnya, sikap rasul yang mengagumkan danbudi pekertinya yang luhur. Dalam ceramah tersebut kaya dengan realita yang sebetulnya teah terbukti kebenarannya sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Hanya saja penceramah tersebut tidak menyebutkan Hadits Shahih ataupun Hasan kecuali hanya satu dua Hadits saja. Yang meluncur dari mulutnya adalah sejumlah besar hadits-hadits lemah, bahkan ada yang disebutkan Hadits palsu yang tidak berujung pangkal. Di antara Hadits yang dikemukakan adalah:

أول ما خلق الله نور النبي صلى الله عليه وسلم

“Yang pertama kali diciptakan Allah Nur Nabi Muhammad SAW”.

وأن الله أحيا أبويه له فأسلما على يديه

“Bahwa Allah menghidupkan kedua orangnya (Orang tua Nabi Muhammad) dan keduanya masuk islam dihadapannya”

وأن من تسمى باسم محمد وجبت له الشفاعة

“Barangsiapa menamakan dirinya dengan Nama Muhammad, dia pasti akan mendapatkan syafa’atnya”.

Dan sejumlah hadits yang menceritakan keajaiban-keajaiban ketika Nabi Muhammad dilahirkan. Dan di antara yang sangat aneh yang dijelaskan tentang keutamaan umat Nabi Muhammad adalah Hadits:

علماء أمتي كأنبياء بني إسرائيل

“Ulama Umatku adalah seperti para Nabi Bani Israil”.

Hadits-Hadits tersebut sangat populer sebagai hadits palsu. Para ulama telah menyatakan ha tersebut dalam beerapa bukunya. Anehnya para penceramah biasanya untuk memperkuat kebenaran Hadits yang disampaikan dengan merujukpada kisah yang menceritakan bahwa Abu Hamid Al-Ghazali bertemu dengan Nabi Musa dalam mimpi atau di alam arwah. Nabi Musa bertanya: “siapa Namamu.?” Maka Beliau menjawab: “Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thausi”. Nabi Musa menimpali: “Saya bertanya tentang Namamu, bukannya tentang keturunanmu”. Kemudian Al-ghazali menimpali Nabi Musa: “dan Allah bertanya kepadamu tentang yang ada ditangan kananmu. Engkau sendiri tidak menjawabnya “tongkat” lalu diam. Melainkan engkau mengatakan “ini adalah tongkatku,aku bertelekan padanya, dan aku pukul daun dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan lain padanya”.

Kemudian merekamengambil kesimpulan bahwa demikianlah a-Ghazali telah mengalahkan Nabi Musa dengan argumennya yang mantap. Demikianlah cara dari banyak penceramah atau da’i membuktikan kebenaran Hadits palsu “Ulama Umatku adalah seperti para Nabi Bani Israil”.

Demkianlah, betapa larisnya cerita-cerita aneh dan kisah-kisah israiliyat yang merupakan komoditi lesu yang bercampur dengan Hadits shahih dan hasan yang merupakan sesuatu yang baik. Ini merupakan bencana lama, sehingga sebagian ulama yang dikenal ketat dalam meriwayatkan Hadits dan termasuk orang yang dapat dipercaya. Bila mereka menulis hadits tentang nasehat, mereka sanat meremehkan masalah tersebut, sebagaimana yang kita lihat dalam buku-buku nasehat Abul Faraj Ibnu Jauzi (wafat tahun 597 H) seperti Dhammul Hawaa. Kendati beliau sangat ketat dalam masalah riwayat sebagaimana dalam bukunya Al-Maudhu’aat dan Al-‘ilal al-Mutanaahiyah.

Juga sebagaimana yang dilakukan penghafal dan kritikus Hadits Syamsuddin Az-dhahabi dalam bukunya al-Kabair yang berisikan nasehat-nasehat keagamaan. Demikian pula al-Hafidh A-Munziri dalam bukunya At-Targhib Wat Tarhiib dimana beliau mengutib banyak hadits lemah,munkar bahkan palsu yang sebetulnya ia tidak memerlukannya. Akan tetapi beliau memperingatkan hal itu dengan petunuk dan istilah yang dicantumkan dalam muqaddimahnya. Sehingga dapat dikatakan beliau telah bebas dari kewajibannya walaupun para pembacanya tidak memperhatikannya terutama pada masa sekarang ini.

Inilah yang mendorong syeikh Yusuf Al-Qaradhawi untuk melakukan penelitian dan penelusuran pada buku Al-Muntaqa untuk memilih hadits-hadits yang shahih dan hasan yang kemudian diterbitkan dalam dua bagian oleh Markaz Buhuitsis Sunnah was Shirah di Qatar.



Note:
Kutipan dari Buku: Metode Memahami Sunnah dengan Benar karangan Yusuf Al-Qardhawi