Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Transplantasi Organ Tubuh, Bolehkah Dalam Islam.???

 

Transplantasi Organ Tubuh, Bolehkah Dalam Islam.???


DENGAN KEMAJUAN ilmu kedokteran (nedis) sekarang ini, banyak orang yang dapat mempertahankan hidupnya dengan cara mencangkokkan oragan tubuh. Dengan kenyataan di atas, bagaimana hukum mencangkokkan organ tubuh dalam perspektif hukum Islam..??

Para ahli medis menjelaskan bahwa pencangkokan (transplantasi) adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan oragan tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa harapan penderita untuk bertahan hidupnya sudah tidak ada lagi secara adat kebiasaan.

Ada tiga tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe memiliki permasalahannya tersendiri secara hukum, yaitu:

  1. Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan kesehatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun terhadap penerima donor (resipien), demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh resipien dan sekaligus untuk mencegah resiko bagi donor.
  2. Donor dalam keadaan hidup koma, atau diduga kuat akan meninggal segera. Untuk tipe ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan. Misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat penunjang kehidupan tersebut di cabut , setelah selesai pengambilan organ tubuhnya. Hanya kriteria mati mati secara medis klinis dan yuridis perlu ditentukan dengan tegas dan tuntas. Apakah kriteria mati itu ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan ataukah ditandai dengan berhentinya fungsi otak. Penegasan kriteria mati secara klinis dan yuridis itu sangat pentinbg bagi dokter sebagai pegangan dalam menjalankan tugasnya. Sehingga tidak khawatir dituntut telah melakukan pembunuhan berencana oleh keluarga yang bersangkutan sehubungan dengan praktek transplantasi itu.
  3. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis dan harus pula diperhatikan daya tahan organ tubuh yang akan diambil untuk transplantasi.

Baca juga: Hukum Donor Darah Kepada Non Muslim

Transplantasi organ tubuh itu termasuk masalah ijtihad. Karena tidak terdapat hukumnya secara eksplisit di dalam al-qur’an dan sunnah. Dan mengingat pula masalah transplantasi itu adalah termasuk masalah yang cukup kompleks, menyangkut berbagai bidang kajian. Oleh karena itu seharusnya masalah ini dianalis dengan menggunakan pendekatan metode yang multi disipliner keilmuwan, seperti ilmu kedokteran, biologi, hukum, etika dan agama agar bisa diperoleh kesimpulan berupa hukum ijtihad yang proporsional dan mendasar.

Pandangan islam terhadap transplantasi organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, tergantung kepad kondisidonornya. Apakah donor dalam keadaan hidup sehat, dalam keadaan koma ataupun dalam keadaan sudah meninggal dunia.

Apabila transplantasi mata (selaput bening mata atau kornea mata, ginjal atau jantung dan donor dalam keadaan hidup sehat, maka ISLAM TIDAK MEMBENARKAN karena beberapa alasan:

1. Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan dapat membawa kepada kebinasaan. Ini terlarang berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195:

وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ 

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.

Ayat tersebut secara umum dapat difahami bahwa islam tidak membenarkan orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau maut. Ayat ini juga mengingatkan manusia untuk tidak gegabah berbuat sesuatu yang bisa berakibat fatal bagi dirinya sekalipun memiliki tujuan kemanusiaan yang sangat luhur.

Sebagai contoh adalah orang yang menyumbangkan satu matanya atau sebuah ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak berfungsi ginjalnya, sebab selain mengubah ciptaan Allah yang membuat mata atau ginjal yang berpasangan, juga donor sendiri menghadapi resikoyang tinggi bila sewaktu-waktu mengalami gangguan mata atau ginjalnya atau tidak berfungsi yang tinggal sebelah itu maka akan berakibat fatal kepadanya.

2. Ada kaedah “menghindari kerusakan lebih didahulukan dari pada mencapai kemeslahatan”

دَرْءُ المَفَسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ

“menghindari kerusakan lebih didahulukan dari pada mencapai kemeslahatan”

Sebagai contoh adalah menolong orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang bisa berakibat fatal bagi dirinya itu tidak diperbolehkan dalam Islam.

3. Ada kaedah yang menjelaskan bahwa bahaya harus dihindari dan juga tidak menimbulkan bahya yang lebih besar

اَلضَّرُ يُزَالُ

“bahaya itu harus dihilangkan (dicegah)”

Kaedah lainnya yang harus dipertimbangkan adalah:

اَلضَّرُ لاَ يُزَالُ باِالضَّرَرِ

“Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya (yang lebih besar)”

Apabila transplantasi mata (selaput bening mata atau kornea mata, ginjal atau jantung dan donor dalam keadaan koma atau hampi meninggal secara medis, maka ISLAM JUGA TIDAK MEMBENARKAN dengan alasan:

1) Hadits Rasulullah riwayat Malik dari Amar bin Yahya, juga hadits riwayat Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ad-Darulquthni dari Abu Said Al-Khudri dan juga hadits riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah bin Shamit:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَرَ

“Tidak boleh membuat kemudharatan pada dirinya dan tidak boleh pula memudharatkan orang lain”

Sebagai contoh adalah orang yang mengambil organ tubuh dari seorang donor yang belum mati secara klinis dan yuridis untuk transplantasi, berarti ia membuat kemudhatan kepada donor yang berakibat kepada mempercepat kematiannya.

2) Manusia WAJIB berikhtiyar untuk menyembuhkan penyakit pada dirinya demi mempertahankan hidupnya. Dan yang harus diyakini adalah hidup dan mati pada hakikatnya ditangan Allah. Karena itu manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri (bunuh diri) atau mempercepat kematian orang lain sekalipun dilakukan oleh dokter dengan maksud menghentikan penderitaan pasien.

Apabila transplantasi mata (selaput bening mata atau kornea mata, ginjal atau jantung atau lainnya yang dilakukan dan donor dalam keadaan sudah meninggal dunia secara klinis dan yuridis, maka ISLAM MEMBENARKAN dengan syarat:
  1. Resipien (penerima sumbangan donor) berada dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya, dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis tetapi tidak dapat menyembuhkan penyakitnya
  2. Pencangkokan tidak akan menyebabkan komplikasi penyakit yang lebih parah kepada resipien dibanding dengan keadaannya sebelum pencangkokan.

Baca juga: Bayi Tabung Dalam Perspektif Islam

Adapun dalil syar’i yang dapat dijadikan dasar untuk membolehkan pencangkokan organ tubuh tersebut berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195:

.... وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ....

“...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, ...”.

Ayat tersebut secara analogis dapat dipahami, bahwa islam tidak membenarkan orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya maut atau tidak berfungsinya organ tubuhnya yang sangat penting baginya. Tanpa usaha-usaha penyembuhannya secara medis atau non medis termasuk pencangkokan organ tubuh. Yang mana secara medis memberi harapan kepada yang bersangkutan untuk bisa bertahan hidup dengan baik.

Di samping dari pada itu juga dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Maidah ayat yang ke 32 dengan firmannya:

.... وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً .....

“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya”.

Ayat di atas menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelamatkan jiwa manusia. Misalnya, seseorang menemukan bayi yang tidak berdosa yang dibuang di sampah, wajib mengambilnya untuk menyelamatkan jiwanya. Demikian pula seseorang yang dengan ikhlas hati mau menyumbangkan organ tubuhnya seperti ginjal, mata, jantung setelah ia meninggal, maka islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagaiamal perbuatan kemanusiaan yang sangat tinggi nilainya. Karena mendorong jiwa sesama manusia atau membantu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi

Di samping dari pada itu juga ada hadits yang menjelaskan tentang kewajiban berobat sebagaimana sabda Rasulullah dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, at-Turmuzi, dan Hakim dari Usamah bin Syarik:

تَدَوَوْا عِبَدَ اللهِ فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدِ الهَرَمُ

“Berobatlah kamu hai hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit, kecuali Allah juga meletakkan obat penyembuhnya, selain penyakit tua”.

Hadits ini menunjukkan bahwa umat Islam wajib berobat jika menderita penyakit. Apapun jenis penyakitnya. Sebab pada setiap penyakit itu pasti ada obatnya kecuali tua. Karena itu penyakit yang sangat ganas seperti kanker dan AIDS yang telah banyak membawa korban manusia di seluruh dunia, terutama di dunia Barat yang hingga kini belum diketahui obatnya. Maka pada suatu waktu pasti akan diketahui obatnya.

Selain itu juga ada kaedah yang menyebutkan bahwa bahaya itu harus dihilangkan:

اَلضَّرُ يُزَالُ

“bahaya itu harus dihilangkan (dicegah)”

Seseorang yang menderita sakit jantung atau ginjal yang sudah mencapai stadium yang gawat, maka ia menghadapi bahaya maut sewaktu-waktu. Maka menurut kaedah hukum di atas bahwa bahaya maut itu harus ditanggulangi dengan usaha-usaha pengobatan secara medis biasa. Jika itu tidak bisa menolong untuk menyembuhkan penyakitnya maka demi menyelamatkan jiwanya maka dibolehkan untuk melakukan transplantasi karena kondisi yang darurat.